ARTIKEL KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
Helena Puspita
Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendi, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Jl. Tanah Merdeka, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
E-mail : helenapuspita718@gmail.com
Abstrak: Kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan, baik dalam permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan nyata merupakan kemampuan Daya Matematis (matematical power). Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sain (IPTEKS) sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tersebut, arus informasi datang dari berbagai penjuru dunia secara cepat dan melimpah ruah. Penulisan artikel ini menggunakan metode studi pustaka ( library research ). Penulis mengumpulkan referensi terkait sejarah matematika dalam pembelajaran berupa ebook , artikel jurnal online , dan prosiding
konferensi. Jenis referensi ketiga ini memuat hasil penelitian dan kajian pustaka terkait topik.
Kata kunci:
Kemampuan, matematis, teknologi
PENDAHULUAN
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sain (IPTEKS) sangat pesat
terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tersebut, arus informasi datang
dari berbagai penjuru dunia secara cepat dan melimpah ruah. Untuk tampil unggul
pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, kita perlu memiliki
kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi, kemampuan untuk dapat
berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat
bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat
dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena matematika memiliki
struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga
memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional.
Kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan, baik dalam
permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan nyata merupakan
kemampuan Daya Matematis (mathematical power). Oleh karena itu bagaimana
pembelajaran matematika dilaksanakan sehingga dapat menumbuh kembangkan daya
matematis siswa.
Istilah “daya
matematis” tidak tercantum secara eksplisit dalam kurikulum pembelajaran
matematika di Indonesia, namun tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum
di Indonesia menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu: (1)
Kemampuan pemecahan masalah (problem solving); (2) Kemampuan
berargumentasi(reasonning); (3) Kemampuan berkomunikasi (communication); (4)
Kemampuan membuat koneksi (connection) dan (5) Kemampuan representasi (representation).
Kelima hal tersebut oleh NCTM (1999) dikenal dengan istilah standar proses daya
matematis (mathematical power proses Standards).
Menurut Greenes dan Schulman, komunikasi matematika memiliki peran: (1)
kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika;
(2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam
eksplorasi dan investigasi matematika; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi
dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah
pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Kemampuan
berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena
membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain
sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan
siswa.
Ketika sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru
kepada siswa ataupun siswa mendapatkannya sendiri melalui bacaan, maka saat itu
sedang terjadi transformasi informasi matematika dari komunikator kepada
komunikan. Respon yang diberikan komunikan merupakan interpretasi komunikan
tentang informasi tadi. Dalam matematika, kualitas interpretasi dan respon itu
seringkali menjadi masalah istimewa. Hal ini sebagai salah satu akibat dari
karakteristik matematika itu sendiri yang sarat dengan istilah dan simbol.
Karena itu, kemampuan berkomunikasi dalam matematika menjadi tuntutan khusus.
METODE
PENULISAN
Penulisan artikel ini menggunakan metode studi pustaka (library
research). Penulis mengumpulkan referensi terkait sejarah matematika dalam
pembelajaran berupa ebook, artikel jurnal online, dan proceedings
konferensi. Ketiga jenis referensi ini memuat hasil penelitian dan kajian
pustaka terkait topik.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Dalam matematika penalaran merupakan suatu aktivitas berpikir untuk
menarik kesimpulan baru yang berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui
benar ataupun yang dianggap benar (penalaran induktif dan deduktif), sedangkan
pemecahan masalah, yaitu suatu proses diterimanya tantangan (challenge) yang
ada serta usaha untuk menemukan jawabannya. Kedua aktivitas berpikir tadi harus
dikomunikasikan secara lisan ataupun tertulis sehingga dapat diketahui orang
lain.
The Common Core of Learning (dalam Department of Education, 1996 :
2), menyarankan, semua siswa seharusnya “ …justify and communicate solutions
to problems”. Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka
berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka
dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta
untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa
lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi. Menulis mengenai matematika
mendorong siswa untuk merepleksikan pekerjaan mereka dan mengklarifikasi
ide-ide untuk mereka sendiri. Membaca apa yang siswa tulis adalah cara yang
istimewa untuk para guru dalam mengidentifikasi pengertian dan miskonsepsi dari
siswa.
Peran
Matematika Sebagai Alat Komunikasi
Pembuktian secara tertulis tadi telah menunjukkan bahwa, kata-kata,
lambang matematis, dan bilangan telah digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide
dan pikiran penulis. Di bawah judul ‘Why teach mathematics’; laporan
Cockroft (1986: 1) menyatakan bahwa: “We believe that all these
perceptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that mathematics
provides a means of communication which is powerful, concise, and
unambiguous.” Pernyataan ini menunjukkan tentang perlunya para siswa
belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi
yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Sebagai contoh, masih
menurut laporan Cockroft, notasi 20 × 3 dapat digunakan untuk menyatakan
berbagai hal, seperti:
1. Jarak
tempuh sepeda motor selama 3 jam dengan kecepatan 20 km/jam.
2. Luas
permukaan kolam dengan ukuran panjang 20 m dan lebar 3 meter.
3. Banyak
roda pada 20 buah becak.
Berdasarkan penjelasan di atas, KBK (Depdiknas, 2002: 6) menyatakan:
“Banyak persoalan ataupun informasi disampaikan dengan bahasa matematika,
misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat
berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan
gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis,dan efisien.
Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari
bahasa yang digunakan dalam masyarakat.” Hal ini sesungguhnya telah membenarkan
laporan Cockroft sebelumnya yang menyatakan bahwa siswa harus
belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi
yang sangat kuat dan berpengaruh (powerful), teliti dan tepat (concise), dan
tidak membingungkan (unambiguous).
Komunikasi
matematika dalam Pembelajaran
Kemampuan mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat sangatlah
penting. Seseorang tidak akan pernah mendapat gelar master atau doktor, serta
profesor sebelum ia mampu mengkomunikasikan ide dan pendapatnya secara runtut
dan sistematis dalam bentuk tesis ataupun disertasi. Secara umum, sejalan
dengan semakin kuatnya tuntutan keterbukaan dan akuntabilitas dari setiap
lembaga, kemampuan mengkomunikasikan ide dan pendapat akan semakin
dibutuhkan.
Principles and Standarts for School Mathematics, (NCTM 2000: 60)
mendeklarasikan pernyatakan bahwa program pembelajaran di kelas-kelas TK sampai
SMU di Amerika Serikat harus memberi kesempatan kepada para siswa untuk:
1.
Mengorganisasi dan mengkonsolidasikan pemikiran dan ide
matematika dengan cara mengkomunikasikannya.
2.
Mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara
logis dan jelas kepada teman sejawatnya, gurunya, dan orang lain.
3.
Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematika
orang lain. 4. menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide
mereka dengan tepat.
KESIMPULAN
Setelah jawaban siswa diperoleh melalui format open-ended,
berikutnya jawaban-jawaban itu dianalisis dan diberi skor dengan menggunakan
panduan yang disebut Holistic Scoring Rubrics, yaitu suatu prosedur
yang digunakan untuk menskor respon siswa dari open ended tasks. Skor ini
diberi level 0,1,2,3, dan 4. Setiap skor yang diraih siswa mencerminkan
kemampuan siswa dalam merespons persoalan yang diberikan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek: pengetahuan matematika (mathematical
knowledge), strategi pengetahuan (strategis knowledge) dan
komunikasi (communication).
Berkait dengan aktivitas komunikasi dalam pembelajaran matematika, KBK
(Depdiknas, 2002:9) menyatakan bahwa salah satu kompetensi yang diharapkan
dapat tercapai dalam belajar matematika yang berkait dengan keterampilan
(kemahiran) matematika adalah kompetensi mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, grafik, atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah
serta pemecahannya. Karena KBK (Depdiknas, 2002: 11) juga menyatakan bahwa
kemampuan matematika yang dipilih serta ditetapkan sudah dirancang sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan siswa agar dapat berkembang secara optimal, maka
kompetensi yang berkait dengan komunikasi ini harus dicapai selama proses
pembelajaran sedang berlangsung di kelas. Sekali lagi, kegiatan
mengkomunikasikan hasil dan proses belajar dan menemukan ide-ide matematika ini
akan menjadi sangat penting karena akan tetap digunakan para siswa baik ketika mereka
masih duduk di bangku sekolah dan universitas,ataupun ketika mereka sudah
meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja dan melebur adalam kehidupan
bermasyarakat. Pertanyaan yang kemungkinan besar dapat diajukan guru berkait
dengan kompetensi berkomunikasi ini akan berkait dengan contoh-contoh aktivitas
komunikasi selama proses pembelajaran matematika di kelas.
DAFTAR
PUSTAKA
Cockroft, W.H. (1986). Mathematics Counts. London:
HMSO.
Depdiknas – Pusat Kurikulum – Balitbang (2002).
Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata
Pelajaran Matematika. Jakarta.
Department of Education (1996). Educator Servis
teaching & Learning Curriculum esources, Mathematics Curriculum
Framework Achieving Mathematical Power – Desember1996. [Online]. Tersedia:
www.doe.mass.edu/frameworks/ math/2011-similar. (diakses 30 Juli 2023)
Depdiknas (2006). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SMA. Tersedia online pada http://www.puskur.co.id , Juli 2023.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur.
Suriasumantri, J.S. (1988). Filsafat Ilmu. Jakarta:
Sinar Harapan.
Sumarmo, U. (2003). Daya dan Disposisi
Matematik: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Dasar dan
Menengah. http://www.suaraguru.wordpress.com. (diakses
23 Juli 2023).
Komentar
Posting Komentar